Assalamualaikum...

Para pengunjung yang dikasihi!
Blog ini menyajikan info-info tentang apa yang saya ajar, minat dan rasa nak kongsi. Kalau sama-sama minat dan rasa blog ini bermanfaat tu bagus la. Boleh kita link. Salam ukhuwwah!!!

Wednesday, October 31, 2012

Sunday, September 23, 2012

Politik dan Kepimpinan Islam

Jika dikaji sejarah umat Islam, akan ditemui salah satu subjek yang menyebabkan umat Islam saling berselisih adalah berkenaan politik. 


Perselisihan ini bukan sekadar debat dan saling memulau, akan tetapi menyebabkan pengangkatan senjata dan pertumpahan darah.


Sebenarnya Islam sudah meletakkan kaedah politik yang tersendiri. Sebagai agama yang lengkap, Islam tidak lupa akan isu politik dan kepimpinan


Hanya saja di kalangan umat Islam ada di antara mereka yang tidak sampai ilmu berkenaan hukum politik Islam, atau mereka salah faham terhadapnya, atau mereka mentakwilkannya atas sebab-sebab tertentu.

Beberapa Pendapat Pemikir Islam Mengenai Kepimpinan:-

1. Al Farabiy (lahir sekitar tahun 259 H) menulis antaranya ialah kitab berjudul ‘al-Madinah al-Fadilah’ (Kota Unggul) dan ‘al Qa’id al Fa’al (Sifat-Sifat Pemimpin berkesan) yang mana beliau menekankan kualiti kepimpinan utama di-‘Kota Unggul’nya seharusnya merupakan orang yang terbaik berasaskan sejumlah sifat-sifat kepimpinan, baik sifat-sifat yang tabii mahupun sifat-sifat yang di pelajari.

2. Al-Ghazaliy (1058-1111M) seorang tokoh ilmuwan ensiklopedik yang sangat prolifik dengan karya-karya tulisannya, antara lain telah menulis kitab, al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Mulk, yang antara lain telah menggariskan tugas khalifah atau pemimpin sebagai berikut:

i. Perlunya para pemimpin menyedari peri pentingnya jawatan yang disandang dan beratnya tanggungjawab yang dipikul,

ii. Galakan kepada para pemimpin agar menjalin hubungan dengan golongan ilmuwan,

iii. Para pemimpin dan pengikutnya dituntut agar menghindarkan kezaliman,

iv. Para pemimpin dituntut supaya tidak angkuh dan tidak menindas rakyat,

v. Para pemimpin harus memahami pendirian pihak-pihak lain dengan cuba meletakkan diri dalam posisi mereka. Maksudnya jika ia tidak suka sesuatu terjadi kepada dirinya, maka janganlah ia merelakan ia terjadi kepada orang lain,

vi. Para pemimpin harus segera melayani keperluan orang lain,

vii. Para pemimpin dinasihatkan agar tidak tenggelam dalam keserakahan nafsu sehingga mengabaikan tanggungjawab,

viii. Mereka dinasihatkan agar bersikap penyayang kepada rakyatnya,

ix. Mereka juga diminta memberikan kepuasan kepada rakyat dalam batas-batas yang ditentukan Syara’,

x. Seterusnya mereka diperingatkan supaya jangan mencari dokongan seseorang dengan cara yang bertentangan dengan Syara’.


Adalah jelas bahawa melantik kepimpinan adalah wajib, dan bagi seseorang yang mampu dan layak, adalah menjadi fardu kifayah untuknya menawarkan diri untuk mengambil tampuk kepimpinan. 


Maka sekiranya beliau menjadi seorang pemimpin yang adil dan menjalankan tugasnya dengan patuh kepada ajaran dan petunjuk Allah swt, maka beliau akan mendapat perlindungan dari Allah pada hari di mana tidak ada perlindungan lain melainkan perlindungan Allah semata-mata.


Untuk maklumat lanjut penemuan, sila layari laman web : http://www.kuasapru13.com

Info dan maklumat PRU 13 untuk semua lapisan masyarakat di Malaysia. 

Saturday, June 30, 2012

Monday, June 25, 2012

Wednesday, June 13, 2012

Hukum Memperingati Maulud Nabi SAW

.

Fakta yang sesungguhnya dari kehidupan Rasulullah SAW menegaskan bahwa tidak ada riwayat yang menyebutkan beliau pada tiap ulang tahun kelahirannya melakukan ritual tertentu. Bahkan para sahabat beliau pun tidak pernah kita baca dalam sejarah pernah mengadakan ihtifal secara khusus setiap tahun untuk mewujudkan kegembiraan kerana memperingati kelahiran Nabi SAW.

Bahkan upacara secara khusus untuk merayakan ritual maulid nabi SAW juga tidak pernah kita dari generasi tabi’in hingga generasi salaf selanjutnya. Perayaan seperti ini secara fakta memang tidak pernah diajarkan, tidak pernah dicontohkan dan juga tidak pernah dianjurkan oleh Rasulullah SAW, para shahabat bahkan para ulama salaf di masa selanjutnya.

Perayaan maulid nabi SAW secara khusus baru dilakukan di kemudian hari. Dan ada banyak versi tentang siapa yang memulai tradisi ini. Sebagian mengatakan bahwa konon Shalahuddin Al-Ayyubi yang mula-mula melakukannya, sebagai reaksi atas perayaan natal umat Nasrani. Kerana saat itu di Palestina, umat Islam dan Nasrani hidup berdampingan. Sehingga terjadi interaksi yang majmuk dan melahirkan berbagai pengaruh satu sama lain.

Versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid ini dimulai pada masa dinasti Daulah Fatimiyyah di Mesir pada akhir abad keempat hijriyah. Hal itu seperti yang ditulis pada kitab Al-A’yad wa atsaruha alal Muslimin oleh Dr. Sulaiman bin Salim As-Suhaimi hal. 285-287. Disebutkan bahwa para khalifah Bani Fatimiyyah mengadakan perayaan-perayaan setiap tahunnya, di antaranya adalah perayaan tahun baru, asyura, maulid Nabi SAW bahwa termasuk maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husein serta maulid Fatimah dll. .

Versi lainnya lagi menyebutkan bahwa perayaan maulid dimulai tahun 604 H oleh Malik Mudaffar Abu Sa’id Kukburi.

Hukum Merayakan Maulid Nabi SAW

Mereka yang sekarang ini banyak merayakan maulid nabi SAW seringkali mengemukakan dalil. Di antaranya:

1. Mereka berhujah dengan apa yang ditulis oleh Imam As-Suyuti di dalam kitab beliau, Hawi li al-Fatawa Syaikhul Islam tentang maulid serta Ibn Hajar Al-Asqalani ketika ditanya mengenai perbuatan menyambut kelahiran nabi SAW. Beliau telah memberi jawaban secara bertulis:

Adapun perbuatan menyambut maulid merupakan bid’ah yang tidak pernah diriwayatkan oleh para salafus-soleh pada 300 tahun pertama selepas hijrah. Namun perayaan itu penuh dengan kebaikan dan perkara-perkara yang terpuji, dan jarang dicacat oleh perbuatan-perbuatan yang tidak sepatutnya.

Jika sambutan maulid itu terpelihara dari perkara-perkara yang melanggar syari’ah, maka tergolong dalam perbuatan bid’ah hasanah. Akan tetapi jika sambutan tersebut terselit perkara-perkara yang melanggar syari’ah, maka tidak tergolong di dalam bida’ah hasanah.

2. Selain pendapat di atas, mereka juga berhujah dengan dalil hadis yang menceritakan bahwa siksaan Abu Lahab di neraka setiap hari Isnin diringankan. Hal itu kerana Abu Lahab turut bergembira ketika mendengar kelahiran anak saudaranya, Nabi Muhammad SAW. Walaupun tidak pernah mengakuinya sebagai Nabi. Bahkan ekspresi kegembiraannya diimplementasikan dengan cara membebaskan budaknya, Tsuwaibah, yang pada masa itu memberi khabar kelahiran Nabi SAW.

Perkara ini dinyatakan dalam sahih Bukhari dalam kitab Nikah. Bahkan Ibnu Kathir juga membicarakannya dalam kitabnya Siratunnabi jilid 1halaman 124.

Syamsuddin Muhammad bin Nasiruddin Ad-Dimasyqi menulis dalam kitabnya Mawrid as-sadi fi Mawlid al-Hadi : Jika seorang kafir yang memang dijanjikan tempatnya di neraka dan kekal di dalamnya diringankan siksa kuburnya tiap Isnin, apalagi dengan hamba Allah yang seluruh hidupnya bergembira dan bersyukur dengan kehadiran Ahmad dan meninggal dengan menyebut Ahad ?

3. Hujah lainnya yang juga diajukan oleh para pendukung maulid Nabi SAW adalah apa yang mereka katakan sebagai pujian dari Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani. Menurut mereka, Ibnu Hajar telah menulis di dalam kitabnya, ‘Al-Durar al-Kamina fi ‘ayn al-Mi’at al-thamina’ bahwa Ibnu Kathir telah menulis sebuah kitab yang bertajuk maulid Nabi di penghujung hidupnya, Malam kelahiran Nabi SAW merupakan malam yang mulia, utama, dan malam yang diberkahi, malam yang suci, malam yang menggembirakan bagi kaum mukmin, malam yang bercahaya-cahaya, terang benderang dan bersinar-sinar dan malam yang tidak ternilai.

4. Para pendukung maulid nabi SAW juga melandaskan pendapat mereka di atas Hadis bahwa motivasi Rasulullah SAW berpuasa hari Isnin kerana itu adalah hari kelahirannya. Selain kerana hari itu merupakan hari dinaikkannya laporan amal manusia. Abu Qatadah Al-Ansari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ketika ditanya mengapa beliau berpuasa pada hari Isnin, menjawab, Itulah hari aku dilahirkan dan itulah juga hari aku diangkat menjadi Rasul.

Hadis ini kita boleh dapati di dalam Sahih Muslim, kitab as-siyam Pendapat yang Menentang, Namun argumentasi ini dianggap belum boleh dijadikan landasan dasar pensyariatan parayaan maulid nabi SAW.

Misalnya cerita tentang diringankannya siksa Abu Lahab itu, mereka mengatakan bahwa Abu Lahab yang diringankan siksanya itu pun hanya sekali saja bergembiranya, iaitu saat kelahiran. Dia tidak setiap tahun merayakan kelahiran nabi dengan berbagai ragam parayaan. Kalau pun kegembiraan Abu Lahab itu melahirkan keringanan siksanya di neraka tiap hari Isnin, bukan berarti orang yang tiap tahun merayakan lahirnya nabi SAW akan mendapatkan keringanan siksa.

Demikian juga dengan pujian dari Ibnu Kathir, sama sekali tidak boleh dijadikan landasan perintah untuk melakukan perayaan khusus pada hari itu. Sebab Ibnu Kathir hanya memuji malam hari di mana Nabi SAW lahir, namun tidak sampai memerintahkan penyelenggaraan perayaan.

Demikian juga dengan alasan bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari Isnin, kerana hari itu merupakan hari kelahirannya. Hujjah ini tidak boleh dipakai, kerana yang saat dilakukan bukan berpuasa, tapi melakukan berbagai macam aktiviti setahun sekali. Kalau pun mau berittiba’ pada Hadis itu, seharusnya umat Islam memperbanyak puasa sunnah hari Isnin, bukan menyelenggarakan parayaan maulid setahun sekali.

Bahkan mereka yang menentang perayaan maulid nabi ini mengaitkannya dengan kebiasaan dari agama sebelum Islam. Di mana umat Yahudi, Nasrani dan agama syirik lainnya punya kebiasaan ini. Buat kalangan mereka, kebiasaan agama lain itu haram hukumnya untuk diikuti. Sebaliknya harus dijauhi. Apalagi Rasulullah SAW tidak pernah menganjurkannya atau mencontohkannya.

Dahulu para penguasa Mesir dan orang-orang Yunani mengadakan perayaan untuk tuhan-tuhan mereka. Lalu perayaan-perayaan ini di warisi oleh orang-orang Kristen, di antara perayaan-perayaan yang penting bagi mereka adalah perayaan hari kelahiran Isa al-Masih, mereka menjadikannya hari raya dan hari libur serta bersenang-senang. Mereka menyalakan lilin-lilin, membuat makanan-makanan khusus serta mengadakan hal-hal yang diharamkan.

Dan akhirnya, para penentang maulid mengatakan bahwa semua bentuk perayaan maulid nabi yang ada sekarang ini adalah bid’ah yang sesat. Sehingga haram hukumnya bagi umat Islam untuk menyelenggarakannya atau ikut mensukseskannya.

Jawaban dari Pendukung Maulid.

Tentu saja para pendukung maulid nabi SAW tidak rela begitu saja dituduh sebagai pelaku bid’ah. Sebab dalam pandangan mereka, yang namanya bid’ah itu hanya terbatas pada ibadah mahdhah saja, bukan dalam masalah sosial kemasyarakatan atau masalah muamalah.

Adapun perayaan maulid itu oleh para pendukungnya diletakkan di luar ritual ibadah formal. Sehingga tidak boleh diukur dengan ukuran bid’ah. Kedudukannya sama dengan seorang yang menulis buku tentang kisah nabi SAW. Padahal di masa Rasulullah SAW, tidak ada perintah atau anjuran untuk membukukan sejarah kehidupan beliau. Bahkan hingga masa salah berikutnya, belum pernah ada buku yang khusus ditulis tentang kehidupan beliau.

Lalu kalau sekarang ini umat Islam memiliki koleksi buku sirah nabawiyah, apakah hal itu mau dikatakan sebagai bid’ah? Tentu tidak, kerana buku itu hanyalah sarana, bukan bagian dari ritual ibadah. Dankeberadaan buku-buku itu justru akan membuat umat Islam semakin mengenal sosok beliau. Bahkan seharusnya umat Islam lebih banyak lagi menulis dan mengkaji buku-buku itu.

Dalam logika berpikir pendukung maulid, kira-kira perayaan maulid itu didudukkan pada posisi seperti buku. Bedanya, sejarah nabi SAW tidak ditulis, melainkan dibacakan, dipelajari, bahkan disampaikan dalam bentuk seni syair tingkat tinggi. Sehingga bukan melulu untuk konsumsi otak, tetapi juga menjadi konsumsi hati dan batin. Kerana kisah nabi disampaikan dalam bentuk syair yang indah.

Dan semua itu bukan termasuk wilayah ibadah formal melainkan bidang muamalah. Di mana hukum yang berlaku bahwa segala sesuatu asalnya boleh, kecuali bila ada dalil yang secara langsung melarangnya secara eksplisit.

Kesimpulan

Sebagai sebahagian dari umat Islam, barangkali kita ada di salah satu pihak dari dua pendapat yang berbeza. Kalau pun kita mendukung salah satunya, tentu saja bukan pada tempatnya untuk menjadikan perbezaan pandangan ini sebagai bahan saling menyalahkan, saling menuduh, saling caci mencaci dan saling menghujah.

Perbezaan pandangan tentang hukum merayakan maulid nabi SAW, suka atau tidak suka, memang telah kita warisi dari zaman dulu. Para pendahulu kita sudah berbeza pendapat sejak masa yang panjang. Sehingga bukan masanya lagi buat kita untuk meninggalkan banyak kewajiban hanya kerana masih lagi sibuk dengan peninggalan perbezaan pendapat dari masa lalu.

Sementara di masa sekarang ini, sebagai umat Islam, kita justeru sedang berada di depat mulut harimau sekaligus buaya. Kita sedang menjadi sasaran kebuasan binatang pemakan bangkai. Bukanlah waktu yang tepat bila kita saling bertarung dengan sesama saudara kita sendiri, hanya lantaran masalah ini.

Sebaliknya, kita amat perlu saling membela, menguatkan, membantu dan mengisi kekurangan masing-masing. Perbezaan pandangan sudah pasti ada dan tidak akan pernah ada habisnya. Kalau kita terjebak untuk terus bertikai, maka para pemangsa itu akan semakin gembira.

Pelajarilah Fiqh Al-Ikhtilaf malah di sana juga ada Fiqh Al-Iktilaf. Kita perlu kembali kembali tujuan baginda Rasulullah SAW diangkat sebagai Nabi. Sabda baginda: “Sesungguhnya aku diutuskan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Wallahu a’lam.

Adaptasi dari Sumber tentang maulid rasul : http://assunnah.or.id